BOJONEGORO, SUARABANGSA.co.id Lembaga Swadaya Masyarakat Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia (LSM GMBI) Bojonegoro mengadukan dugaan pembelian lahan dan bangunan untuk Rumah Sakit (RS) Khusus Kanker (Onkologi) yang dinilai tidak wajar, yang jadi Temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) di tahun 2024.
Dan juga masih temuan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait kelebihan bayar iuran Jaminan Kesehatan Nasional(JKN) akibat data peserta yang tidak valid atau fiktif.
Dua isu utama yang telah disampaikan ke Komisi C, dalam sebuah forum hearing bersama Komisi C Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bojonegoro di hari ini Rabu (2/7/2025).
Permohonan hearing diterima langsung oleh Ketua Komisi C, Ahmad Supriyanto, didampingi sejumlah anggota, termasuk Natasya Devianti dan M,Choirul Anam. Dua perwakilan GMBI juga hadir di kantor DPRD sekitar pukul 14.00 WIB, membawa dokumen terkait belanja Dinas Kesehatan Kabupaten Bojonegoro tahun anggaran 2024.
Ketua Komisi C DPRD Bojonegoro, Ahmad Supriyanto, menyatakan pihaknya akan menindaklanjuti laporan tersebut dengan memanggil Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dan pihak-pihak terkait untuk klarifikasi.
“Ya, kami akan memanggil BPJS, Dinas Sosial, Dinas Kesehatan, Dukcapil, serta beberapa OPD lain yang relevan, termasuk Dinas PU Cipta Karya,” ujar Ahmad Supriyanto selaku ketua Komisi C.
Imbuhnya, Langkah ini diharapkan dapat memperjelas duduk perkara dan memastikan tidak ada pelanggaran hukum dalam penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), serta membangun tata kelola pemerintahan yang lebih transparan dan akuntabel.
Secara terpisah Sekretaris GMBI Bojonegoro, Yusuf, mengungkapkan bahwa pihaknya menyoroti proses pengadaan lahan dan bangunan Rumah Sakit (RS) Onkologi yang berlokasi di bekas gedung The Residence, Desa Talok, Kecamatan Kalitidu.
Berdasarkan informasi yang mereka peroleh, lahan tersebut sebelumnya ditawarkan seharga Rp450.000 per meter persegi, namun dalam dokumen
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dicatat dengan harga sekitar Rp1,4 juta per meter persegi atau total Rp6,5 miliar untuk luas 4.500 m².
“Ini diduga terjadi kelebihan bayar yang sangat signifikan. Jika tidak diklarifikasi, hal seperti ini bisa menjadi preseden buruk dan berpotensi merugikan keuangan negara,” tegas Yusuf.
GMBI juga menyinggung temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Provinsi Jawa Timur atas kelebihan pembayaran program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) oleh Pemkab Bojonegoro pada tahun anggaran 2023.
Berdasarkan hasil uji petik terhadap 35 puskesmas dan perangkat desa, ditemukan adanya peserta JKN yang sudah meninggal dunia namun masih dibayarkan iurannya, dengan total kelebihan pembayaran mencapai sekitar Rp990 juta.
Selain itu, data kepesertaan JKN juga dinilai belum dimutakhirkan, sehingga memunculkan potensi kelebihan bayar iuran JKN sebesar hampir Rp 1 miliar tersebut, termasuk terhadap peserta fiktif. Dalam Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) 2023, BPK juga mencatat kelebihan bayar lainnya sebesar Rp716 juta.
Berkaca pada hal tersebut, GMBI menuntut adanya transparansi dan akuntabilitas dalam tata kelola anggaran, serta meminta DPRD memfasilitasi klarifikasi terbuka dengan OPD terkait.
Dalam dokumen resminya, GMBI Jawa Timur menyampaikan permohonan agar DPRD, khususnya Komisi C, memfasilitasi hearing lanjutan dengan menghadirkan Dinas Kesehatan, BPJS Kesehatan, Dinas Sosial, Disdukcapil, serta OPD lain yang berwenang, termasuk Dinas PU Cipta Karya (red:Pembangunan dan pembelian Tanah RS Onkologi).
Dua isu utama itu yang telah kita sampaikan ke Komisi C di hari ini Selasa 2/7/2025 , Bojonegoro Provinsi Jawa timur.
“Dugaan kelebihan bayar pada pengadaan lahan dan bangunan RS Onkologi di Desa Talok, dan Temuan BPK terkait kelebihan bayar iuran JKN akibat data peserta yang tidak valid atau fiktif,” pungkasnya.
Penulis : Takim
Editor : Putri