SUMENEP, SUARABANGSA.co.id – Sampaikan keluhan nelayan soal HCML, sejumlah warga Pulau Giliraja dan Desa Lobuk yang tergabung dalam aliansi masyarakat menggugat (Armet) demo gedung DPRD Sumenep, Senin (7/02/2022).
Mereka geram dengan adanya rumpon milik warga yang rusak dan tidak ada ganti rugi terhitung sejak 2016-2022 dari Husky-CNOOC Madura Limited (HCML).
“Sudah sekitar 6 tahunan, masyarakat menunggu ganti rugi rumpon yang rusak,” kata koordinator lapangan (korlap) aksi, Sahrul Gunawan.
Berdasarkan data yang diterima Armet, jumlah rumpon nelayan setempat yang belum diganti rugi mencapai 120.
“Data yang kami miliki, untuk nelayan Giliraja 70 rumpon, sementara rumpon nelayan Lobuk 50-an. Total 120 rumpon hilang saat perusahaan melakukan uji seismik, sampai sekarang belum ada ganti rugi,” imbuhnya.
Sejauh ini, lanjut Sahrul, keberadaan HCML dinilai abai terhadap tanggungjawabnya kepada nelayan terdampak.
“Harus segera diganti, rumpon-nya rusak, areal tangkap nelayan juga terbatas akibat keberadaan HCML, jika tak kunjung diganti kami nelayan akan demo ke area eksplorasi HCML,” tegasnya.
Jika sudah memenuhi tanggungjawabnya, kata aktivis asli Giliraja ini, silahkan beroperasi, nelayan setempat tidak akan mengganggu.
“Tapi jika tidak, silahkan bubar. Angkat kaki dari kepulauan kami,” tukasnya.
Untuk diketahui, rumpon adalah salah satu jenis alat bantu penangkapan ikan yang dipasang di laut, baik laut dangkal maupun laut dalam.
Pemasangan tersebut dimaksudkan untuk menarik gerombolan ikan agar berkumpul disekitar rumpon, sehingga ikan mudah untuk ditangkap. (Sumber: wikipedia).
Dikonfirmasi terpisah, Ketua Komisi I DPRD Sumenep, Darul Hasyim Fath berjanji untuk memfasilitasi semua pihak untuk mencari solusi penyelesaian.
“Kami akan mengundang SKK Migas, HCML dan seluruh pihak yang berkaitan dengan perjanjian di masa lalu. Ya karena ini terjadinya sudah 6 tahun lalu,” terangnya.
Pihaknya mengaku kaget atas problem yang belum tuntas, karena sudah 6 tahun lalu. Jika itu betul adanya, lanjut politisi PDIP tersebut, pihaknya menganggap ada sikap tidak disiplin perusahaan minyak yang beroperasi di kota keris.
“Saat pertemuan yang diagendakan Kamis, 10 Februari 2022 nanti ada jalan keluar, kita akan mengkonfirmasi validitas informasi dari masyarakat, karena tidak mungkin kami mengambil keputusan hanya dari satu informasi,” tegasnya.
Secara keseluruhan, kata Darul, soal jumlah rumpon, soal kegiatan yang berdampak terhadap penduduk di areal impek, termasuk ganti rugi yang menjadi hal warga setempat.
“Kita akan carikan solusi itu,” tandasnya.
Sementara itu, Manager Regional Office & Relations HCML, Hamim Tohari mengklaim sudah menyelesaikan sejumlah kewajiban terhadap warga sekitar, termasuk nelayan, sejak 2016.
Menurutnya, HCML telah melaksanakan kegiatan uji teknis kondisi bawah laut selama 7 hari, yang mengharuskan tidak adanya rumpon di sekitar area eksplorasi dan eksploitasi.
“Karena itu, sebelum melakukan kegiatan, kami melakukan sosialisasi kepada masyarakat dan survey lokasi kegiatan dengan melibatkan saksi dari pemerintah setempat. Hasilnya, di lokasi kegiatan kami, tidak ditemukan adanya rumpon, sehingga tidak ada rumpon yang dirusak atau dipotong,” terangnya.
Ia menambahkan, saat ini di lapangan MAC belum ada kegiatan apa apa, karena masih dalam tahap perencanaan. Selain itu, HCML juga telah menyelesaikan tahapan AMDAL.
“Kami juga terus menjalin komunikasi intensif dengan para pemangku kepentingan (stakeholder) setempat, terutama masyarakat di Pulau Giliraja & Giligenting Sumenep. Kami berusaha agar kehadiran HCML juga bermanfaat bagi masyarakat lokal,” ujar Hamim. (*)