BOJONEGORO, SUARABANGSA.co.id – Dampak dari lemahnya pengawasan para pihak, Pemerintah Daerah (Pemda) Bojonegoro dirugikan dari beberapa aspek.
Polemik pemasangan kabel dan tiang jaringan fiber optic (FO) kembali mencuat di Kabupaten Bojonegoro. Meski regulasi terkait pemasangan FO telah dirampungkan oleh Pemerintah Kabupaten, kondisi di lapangan justru menimbulkan gesekan antara DPRD dan pihak eksekutif, khususnya menyangkut lemahnya pengawasan dan tata kelola.
Salah satu proyek yang menjadi sorotan publik berada di wilayah Kecamatan Kapas, tepatnya pada jalur dari Desa Kedaton hingga Desa Plesungan.
Pemasangan kabel tersebut diketahui telah dimulai sejak 9 Juni 2025, dan hingga Sabtu, 28 Juni 2025, kabel-kabel sudah menjalar ke desa berikutnya dalam kondisi bergelantungan secara semrawut dan diduga belum mengantongi izin resmi.
Dari temuan Awak media SUARABANGSA.co.id, selain menyalahi estetika dan keselamatan lingkungan, pekerjaan ini juga dinilai mengabaikan keselamatan kerja. Pekerja di lokasi ditemukan tidak mengenakan alat pelindung diri (APD) yang memadai.
Salah seorang pekerja mengaku bahwa proyek ini milik My Republic, namun ia tidak mengetahui secara pasti status perizinannya.
“Kami cuma pekerja, Mas. Soal izin, tanya ke Pak penanggung jawab,” ujarnya sambil menyerahkan nomor kontak seseorang yang disebut sebagai koordinator lapangan.
Saat awak media SUARABANGSA.co.id mencoba menghubungi nomor yang dimaksud melalui aplikasi WhatsApp, panggilan sempat tersambung, berdering yang bersangkutan bungkam seperti OPD terkait yang menangani proyek tersebut.
Sampai berita ini ditulis, pihak yang bersangkutan enggan memberikan keterangan dan memilih bungkam saat ditanya ihwal izin proyek.
Secara terpisah, Sekertaris Dinas Perizinan Terpadu Satu Pintu (DPTSP) Kabupaten Bojonegoro, Joko Tri Cahyono menyatakan bahwa proyek tersebut dijalankan oleh PT Eka Mas Republik. Meski perusahaan tersebut telah mengantongi Nomor Induk Berusaha (NIB).
“Namun hingga kini belum memiliki izin pemanfaatan jalan kabupaten—persyaratan penting untuk kegiatan dalam ruang milik jalan (Rumija),” ungkapnya.
Kondisi ini menuai kritik dari kalangan legislatif, dan para aktifis pengawal kebijakan dan anggaran.
Dan sejumlah Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bojonegoro yang engan disebutkan namanya, menilai lemahnya pengawasan dari Pemkab telah membuka celah bagi pelanggaran di lapangan.
“Segera kita pangil instansi terkait,” ungkapnya.
Hal yang sama disampaikan oleh Ali Sugiono selaku Aktifis pengawal anggaran dan kebijakan di Bojonegoro, hal ini kalau tidak segera di atasi oleh Pemkab Bojonegoro, dapat menimbulkan persoalan baru dan membuka celah ruang Kolusi,korupsi dan nipotisme (KKN).
“Kalau memang belum ada izin, harusnya ditertibkan. Ini bukan hanya meresahkan, tapi mencerminkan lemahnya penegakan aturan,” tegas Ali sugiono salah satu aktivis Pengawal Anggaran dan kebijakan di Bojonegoro.
Tambahnya, pemasangan kabel internet tanpa izin berpotensi menimbulkan berbagai dampak negatif, antara lain:
Risiko terhadap keselamatan pengguna jalan, Kerusakan pada tata ruang dan estetika lingkungan.
Potensi hilangnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) akibat tidak adanya retribusi resmi.
Dan Ali mendesak pemerintah dan aparat penegak perda untuk bersikap tegas. Tanpa penindakan yang jelas, praktik pemasangan kabel secara serampangan ini dikhawatirkan akan terus terulang dan menimbulkan kerugian bagi masyarakat luas.
“Pemerintah daerah diharapkan tidak hanya menyusun regulasi, tetapi juga memastikan implementasi di lapangan berjalan sesuai aturan. Jika tidak, yang terjadi bukan pembanggunan terarah, melainkan kekacauan yang dilegalkan,” pungkasnya.
Sampai saat ini Selaku kordinator lapangan Proyek dari My Republik engan berkomentar saat di hubungi oleh Awak media.
Penulis : Takim
Editor : Putri