SAMPANG, SUARABANGSA.co.id — Razia kendaraan bermotor yang digelar polisi di Madura, Jawa Timur, tuai kontroversi. Pasalnya, dampak adanya razia tersebut, sebagian besar dari masyarakat resah.
Sejatinya, razia digelar untuk menekan angka kecelakaan dan pelanggaran lalu lintas. Akan tetapi, kehadiran polisi justru berdampak buruk terhadap nasib perekonomian warga yang ada di wilayah tersebut.
Terkait hal ini beragam komentar masyarakat terhadap kepolisian. Seperti yang dikatakan Riski salah seorang warga Kecamatan Jrengik, Kabupaten Sampang.
Riski menyebut, bahwa operasi patuh pajak di Sampang ini belum tepat, bukan solusi. Apalagi dengan kondisi ekonomi rakyat saat ini. Rakyat yang susah, lebih baik mereka beli beras untuk makan daripada bayar pajak
“Itu bukan solusi yang tepat, solusi yang tepat ialah lakukan penghapusan pajak seperti di Jawa Barat yang dilakukan Gubernur Dedy Mulyadi. Saat ini rakyat susah, makan saja sudah syukur,” sebutnya.
Dengan kondisi ekonomi masyarakat yang tidak baik saat ini, tentunya masyarakat lebih mementingkan kebutuhan rumah tangga.
“Ya kalau ekonomi masyarakat mapan, kalau petani yang hidupnya pas-pasan. Sedangkan motornya hanya untuk mencari rezeki, dan tak mampu bayar pajak. Apakah tega menyuruh bayar pajak?,” ketusnya.
Sementara, menanggapi persoalan tersebut, salah satu anggota DPRD Jawa Timur Nur Faizin angkat bicara. Ia mengatakan bahwa, saat ini di Madura sedang marak razia kendaraan bermotor baik roda dua, roda empat atau lebih.
“Iya benar, banyak razia di Madura, banyak laporan dari masyarakat ke saya perihal razia itu,” kata Nur Faizin, dikonfirmasi kontributor suarabangsa.co.id via pesan teks WhatsApp, Sabtu (03/05/2025).
Politisi PKB ini tidak terlalu mempersoalkan dengan maraknya razia tersebut. Sebab, kata dia, razia kendaraan itu sebagai bentuk menegakkan aturan.
Razia, lanjut dia, memang perlu dilakukan dengan catatan tepat sasaran, seperti kendaraan yang tidak memiliki dokumen lengkap, tidak menggunakan helm serta tidak memiliki SIM.
“Razia juga harus dilakukan kepada pengendara dibawah umur. Sebab, secara teori kematangan emosi mereka belum siap untuk mengemudikan kendaraaan dan ini yang utama, bisa membahayakan pengendara lain,” tuturnya.
Kaitannya dengan persoalan pajak, sambungnya, membayar pajak memang sudah suatu keharusan sebagai warga negara yang baik, terutama Pajak Kendaraan Bermotor (PKB). Pajak menjadi salah satu sumber utama pembiayaan pembangunan di daerah.
“Setiap rupiah yang dibayarkan melalui pajak akan kembali ke masyarakat dalam bentuk pembangunan infrastruktur, layanan pendidikan, kesehatan, dan fasilitas umum lainnya. Oleh karena itu, membayar pajak adalah suatu keharusan,” ungkapnya.
Kendati demikian, kata Faizin, razia kendaraan menunggak pajak harus dilakukan secara bertahap dan terukur. Langkah ini diambil agar penegakan aturan tetap mengedepankan sisi humanis dan edukatif kepada masyarakat.
“Kami tidak ingin masyarakat merasa ditekan. Razia tetap penting untuk menegakkan aturan, tapi pendekatannya harus bertahap dan dibarengi edukasi,” ujarnya.
Menurut dia, tujuan utama razia bukan hanya semata-mata untuk menindak, melainkan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya membayar pajak tepat waktu.
“Kami ingin masyarakat paham dulu, baru kita dorong untuk patuh,” tegasnya.
Faizin berharap, sebelum melaksanakan razia secara intensif di lapangan, pemerintah lebih dahulu memberikan sosialisasi taat pajak melalui berbagai media sosial, seperti dulu ada SMS blast atau semacamnya serta layanan jemput bola, Samsat keliling dan mobil Samsat Desa.
“Tidak hanya itu, bagi masyarakat yang ingin membayar pajak, kami harapkan tidak lagi merasa dipersulit, hingga harus memakai jasa calo,” tandasnya.
Penulis : Abdus Salam
Editor : Putri