PROBOLINGGO, SUARABANGSA.co.id – Dinas Pemberdayaan Perempuan ‘Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) melaksanakan giat Optimalisasi Tim Percepatan Penurunan Stunting Melalui Kampung KB.
Kegiatan yang digelar Auditorium Madakaripura Kantor Bupati Probolinggo ini diikuti oleh 200 orang peserta terdiri dari Camat, Kapolsek, Danramil, Ketua Tim Penggerak PKK Kecamatan, Kepala Puskesmas dan Kepala KUA se-Kabupaten Probolinggo, Jumat (30/09/2022).
Optimalisasi TPPS Kecamatan ini dihadiri oleh Kepala DP3AP2KB Kabupaten Probolinggo dr. Anang Budi Yoelijanto, Penata Kependudukan dan Keluarga Berencana Ahli Madya pada Perwakilan BKKBN Provinsi Jawa Timur Waluyo Ajeng Lukitowati serta OPD (Organisasi Perangkat Daerah) terkait di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Probolinggo.
Selama kegiatan mereka mendapatkan materi penyebab, dampak serta penanganan stunting di Kabupaten Probolinggo oleh Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Kabupaten Probolinggo Sri Wahyu Utami, arah dan kebijakan pengembangan Kampung KB oleh Kepala Bidang Keluarga Berencana, Ketahanan Keluarga DP3AP2KB Kabupaten Probolinggo Awi serta peran KUA kecamatan dalam pencegahan stunting melalui pendewasaan usia perkawinan oleh H. Imamuddin Nur Fajri dari Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Probolinggo.
Kepala DP3AP2KB Kabupaten Probolinggo dr Anang Budi Yoelijanto mengatakan stunting merupakan masalah serius. Sekitar 2%-3% Pendapatan Domestik Bruto atau PDB hilang per tahun akibat stunting.
“Dengan jumlah PDB Indonesia tahun 2020 sekitar Rp 15 ribu triliun maka potensi kerugian akibat stunting akan mencapai Rp 450 triliun,” katanya.
Menurut Anang, stunting ini terjadi karena adanya gangguan pertumbuhan fisik, gangguan pertumbuhan organ, sistem kekebalan sehingga rentan sakit. Jika terjadi gangguan pertumbuhan metabolism maka akan terjadi penyakit degeneratif metabolik serta gangguan pertumbuhan otak yang bisa menyebabkan intelegensi dan FS luhur.
“Semua ini tentunya akan menjadi beban keluarga dan Negara,” jelasnya.
Anang menerangkan stunting bisa terjadi karena tidak adanya pendampingan kesiapan menikah, pemeriksaan status kesehatan calon pengantin, kurangnya pemenuhan ASI Eksklusif, infeksi dan salah pola asuh atau pola makan. Selain itu akses dan ketersediaan bahan makan serta sanitasi dan kesehatan lingkungan.
“Kalau calon pengantin sehat, maka risiko stunting akan semaki kecil. Idealnya orang menikah itu minimal berusia 19 tahun. Tetapi di BKKBN jika perempuan berusia 21 tahun,” terangnya.
Lebih lanjut Anang menjelaskan anak stunting separuh banyak lahir dari orang yang berkecukupan. Ini menjadi PR bersama-sama. Sebab jika dibiarkan, maka generasi muda selanjutnya akan lahir tidak sehat dan tidak cerdas.
“Ini menjadi tanggung jawab kita bersama-sama untuk terus melakukan pendampingan mulai dari persiapan pernikahan, kelahiran, pola asuh, lingkungan sosialnya hingga masalah jamban,” tegasnya.
Anang menambahkan bahwa saat ini sudah terbentuk Tim Pendamping Keluarga Berencana yang terdiri dari PKK, bidan dan tenaga kader KB di masing-masing kecamatan. Tim ini akan mendampingi keluarga sebagai upaya mencegah stunting. Sebab jika orang sudah stunting itu sulit untuk diterapi. Lebih baik dicegah mulai dari calon pengantin pada umur yang cukup, periksa ke puskesmas dan diberi vitamin.
“Harapannya ke depan ada pertemuan rutin oleh Ketua TPPS Kabupaten Probolinggo bersama Tim Penggerak PKK Kabupaten Probolinggo untuk mengetahui sejauh mana pendampingan yang sudah dilakukan,” harapnya.
Sementara Penata Kependudukan dan Keluarga Berencana Ahli Madya pada Perwakilan BKKBN Provinsi Jawa Timur Waluyo Ajeng Lukitowati Luki menyampaikan bahwa percepatan penurunan stunting di Kabupaten Probolinggo sangat berdampak pada capaian di Jawa Timur.
“Kalau di Kabupaten Probolinggo stunting tidak turun, maka secara signifikan tentunya akan berdampak pada penurunan stunting di Jawa Timur,” ungkapnya.
Luki menerangkan sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 Tentang Percepatan Penurunan Stunting, BKKBN diberi amanah sebagai ketua pelaksana percepatan penurunan stunting. Tetapi BKKBN tidak bisa bekerja sendiri, kalau tidak ada kerja sama dengan semua pihak mulai dari PKK, bidan maupun TNI/Polri.
“Kita ajak semua pihak supaya stunting ini bisa turun. Kolaborasi ini penting dilakukan untuk menurunkan stunting. Kita tidak ingin meninggalkan keturunan yang tidak cerdas dan tidak sehat,” jelasnya.
Menurut Luki, dalam GenRe (Generasi Berencana), generasi muda diajak supaya tidak kawin muda. Sebab dampaknya perceraian yang tinggi prosentasenya di usia muda. Remaja jangan melakukan hubungan seks bebas sebelum menikah. Selain dosa, mereka tidak sehat karena bisa terpapar HIV/Aids sehingga melahirkan anak-anak terpapar HIV/Aids.
“Anak stunting ini bukan hanya karena kurang gizi dan saja, tetapi ada yang berasal dari keluarga yang mampu karena penyakitnya sehingga anak-anak yang dilahirkan tidak gemuk-gemuk. Hal ini harus dalam pengawasan kesehatan mulai dari lingkungan dan kesehatan yang akan berdampak kepada stunting. Jambannya di luar dan sanitasinya kurang baik. Marilah kita sama-sama untuk menurunkan stunting di wilayahnya masing-masing sehingga terbebas dari stunting,” pungkasnya.