SAMPANG, SUARABANGSA.co.id — Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Laskar Pemberdayaan dan Peduli Rakyat (Lasbandra) mendatangi gedung DPRD Kabupaten Sampang, Madura, Jawa Timur, Rabu (08/09/2021).
Kedatangan mereka guna menindaklanjuti audiensi sebelumnya tentang laporan hasil pemeriksaan kepatuhan atas kegiatan investasi dan operasional tahun 2017 sampai 2020 pada Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) PT Geliat Sampang Mandiri (GSM), serta hasil rekomendasi pansus pada 2015 dan Panja 2020.
Sekjen DPP LSM Lasbandra, Rifa’i mengaku kecewa terhadap Komisi II DPRD Sampang yang tidak bisa menjelaskan hasil Pansus DPRD terkait BUMD tahun 2015 atas indikasi pemalsuan dokumen akta pendirian PT GSM dan PT Sampang Mandiri Perkasa (SMP).
“Audiensi ini untuk menindaklanjuti audiensi sebelumnya, masalah akte dokumen pendirian PT GSM dan PT SMP. Tapi tidak ada kejelasan, kami sangat kecewa seakan-akan Komisi II menutup diri atas permasalahan ini,” kata Rifa’i.
Selain itu, kata dia, pihaknya juga mempertanyakan soal hasil rekomendasi pansus DPRD pada tahun 2015 untuk melanjutkan pada pihak kepolisian terhadap adanya indikasi pemalsuan data serta identitas dalam dokumen akta pendirian PT SMP tahun 2009 silam.
“Terkait indikasi pemalsuan data itu, hingga saat ini kami belum menemukan jawaban yang konkrit dari wakil Ketua DPRD. Bahkan, dalam audiensi itu Komisi II tidak bisa menghadirkan bagian hukum dengan alasan yang tidak jelas,” ujar Rifa’i.
Permasalahan pemalsuan akta pendirian PT GSM dan PT SMP serta laporan hasil pemeriksaan kepatuhan atas kegiatan investasi dan operasional tahun 2017-2020 pada BUMD setempat di sektor minyak dan gas (Migas) juga masih buram.
“Selama ini biaya operasional yang dihabiskan oleh BUMD di sektor migas tidak relevan dengan pendapatannya. Dan informasinya, penghasilan anak perusahaan PT GSM yaitu di PT Sampang Sarana Shorebase (PT SSS) sebesar Rp 16 miliar tetapi yang masuk ke PAD hanya senilai Rp 1 miliar,” ungkap Rifa’i.
Bahkan, lanjut Rifa’i, wacana remunerasi dinilainya tidak berguna, sebab kepemilikan saham anak perusahaan PT SSS tidak seratus persen milik daerah. Selain itu, dirinya menilai keberadaan BUMD di sektor migas tidak lagi bisa diharapkan masyarakat Sampang.
“Penghasilan deviden dalam pengelolaannya sudah tidak ada perkembangan atau stagnan. Bahkan untuk mendapatkan Participating Interest (PI) sebesar 10 persen juga semakin kabur dan tidak jelas,” tandas Rifa’i.
Sementara itu, wakil ketua DPRD Sampang Amin Arif Tirtana yang memimpin jalannya audiensi mengaku lupa dan tidak bisa memberikan penjelasan terkait dugaan pemalsuan dokumen akta pendirian PT SMP dan PT SMA.
“Kami tidak bisa memberikan statemen dari hasil Pansus tahun 2015 silam, karena lupa. Tetapi nanti kami cek dulu,” tutur Amin.
Ditempat yang sama, Direktur Operasional (Dirop) PT GSM Tamsul menjelaskan permasalahan BUMD. Kata dia, ada dua hal yang harus dipahami yaitu selain tunduk pada UU perseroan terbatas, BUMD juga harus tunduk terhadap PP No 54 Tahun 2017.
“Itu di BUMD-nya, yang kepemilikan saham mayoritas milik pemerintah. Nah kalau di anak perusahaan kami yaitu murni sahamnya dari PT GSM dengan bekerjasama dengan pihak ketiga yang ikut tanam saham,” ujar Tamsul seperti dilansir di salah satu media online.
Kemudian, lanjut Tamsul, syarat untuk menjadi Direktur Utama (Dirut) yaitu tidak boleh terlibat dalam kepengurusan Partai Politik (Parpol).
“Jadi status dirut-nya tidak masalah. Karena yang diatur dalam PP No 54 Tahun 2017 itu adalah dirut BUMD-nya bukan dirut anak perusahaannya,” kata Tamsul.
Dijelaskan Tamsul, pembengkakan nilai HPP dikarenakan tidak adanya aset alat. Sehingga dalam pelaksanaannya, harus menyewa alat berat ke pihak ketiga yang kemudian disewakan kembali kepada rekanan.
“Kalau nanti memungkinkan, kami bisa saja minta tambahan suntikan modal kepada pemerintah daerah,” ungkap Tamsul.
Lebih jauh Tamsul menyampaikan, soal rekomendasi panja DPRD, pihaknya mengaku ada dua yang belum terselesaikan yaitu diantaranya menyelesaikan polemik anak perusahannya yaitu PT SMP dan laporan keuangan terkonsolidasi dengan anak perusahaan yang berbasis digital dengan tujuan untuk memudahkan pemantauan laporan neraca keuangan dan mengevaluasi semua kinerja keuangan lebih cepat di anak perusahaan.
“Jadi nanti kita lebih mudah memantau neraca keuangan anak perusahaan kami, dan selama ini kami masih manual. Kemudian yang paling berat yaitu penyelesaian polemik di PT SMP. Kami sudah berusaha bahkan melalui sengketa di PN, tapi hasilnya yaitu putusan N.O,” imbuh Tamsul.
“Makanya nanti pada tahun anggaran 2022 mendatang, kami akan melakukan kajian hukum dan perdagangan. Untuk jumlah nilai aset di PT SMP ya banyak dan kami tidak begitu hafal, tapi bisa di cek hasil investigasi khusus yang dilakukan BPKP,” timpal Tamsul.