SAMPANG, SUARABANGSA.co.id — Polemik distribusi Liquefied Petroleum Gas (LPG) atau elpiji bersubsidi ukuran 3 kilogram (kg) sempat menjadi perbincangan sejak beberapa waktu terakhir.
Kini, muncul sorotan baru terkait adanya larangan penggunaan gas elpiji 3 kg bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sampang, Madura, Jawa Timur.
Ya, seluruh ASN yang bertugas di wilayah itu dilarang menggunakan elpiji bersubsidi 3 kg atau yang dikenal sebagai “gas melon”.
Kebijakan larangan menggunakan elpiji 3 kg, itu dikeluarkan setelah adanya surat serupa dari Gubernur Jawa Timur.
Ternyata tidak hanya ASN, larangan juga berlaku bagi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS), Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K), anggota Polri, anggota TNI, anggota DPR/DPRD, pegawai Perbankan, pegawai BUMN, pegawai BUMD, serta seluruh Kepala Desa (Kades).
Selain itu, beberapa sektor usaha juga dilarang menggunakan gas elpiji 3 kg bersubsidi. Yakni usaha restoran, usaha hotel, usaha binatu, usaha laundry, usaha batik, usaha peternakan, usaha tani tembakau, usaha pertanian dan usaha jasa las.
Larangan ini merupakan bagian dari komitmen Pemkab Sampang untuk memastikan subsidi energi tepat sasaran, sesuai dengan kebijakan pemerintah pusat.
Larangan tersebut tertuang dalam surat nomor 500.10/573/434.031/2025, yang ditandatangani secara elektronik oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Sampang, Yuliadi Setiyawan, perihal Larangan Penggunaan LPG Tabung Ukuran 3 Kg Bersubsidi.
Dalam surat itu, ASN maupun para pelaku usaha di Kabupaten Sampang dilarang untuk tidak menggunakan elpiji 3 kg dan beralih menggunakan elpiji berukuran 5,5 kg dan 12 kg non subsidi.
“Ya, kami telah mengeluarkan surat larangan kepada seluruh ASN dan pelaku usaha agar tidak menggunakan gas 3 kg. Harapannya, kebijakan ini bisa membantu ketersediaan elpiji subsidi bagi masyarakat yang berhak,” kata Sekda Sampang, Yuliadi Setiyawan, dikonfirmasi kontributor suarabangsa.co.id, Rabu (30/04/2025).
Meski bersifat larangan, pria yang akrab disapa Wawan itu menyebutkan bahwa saat ini belum ada sanksi khusus bagi ASN yang nantinya tetap nekat menggunakan gas elpiji 3 kg.
Namun, dia berharap kesadaran dan kedisiplinan para pegawai pemerintahan maupun para pelaku usaha bisa membantu mengantisipasi kelangkaan elpiji bersubsidi di Kabupaten Sampang.
“Memang sanksi tidak ada. Tapi, harus dipatuhi dan kami harap mereka bisa memahami kondisi masyarakat saat ini dan mendukung kebijakan ini,” tambahnya.
Menurut Wawan, ASN bukan sasaran penerima elpiji subsidi, karena gas itu diperuntukkan bagi masyarakat miskin dan ASN seharusnya tidak memanfaatkan fasilitas tersebut.
“Surat larangan mengacu pada regulasi pemerintah pusat yang menegaskan bahwa gas elpiji 3 Kg hanya diperuntukkan bagi kelompok masyarakat tertentu,” tandas Wawan.
Ditempat terpisah, analis kebijakan publik, Rasid menyebut bahwa tanpa adanya sanksi tegas dari kebijakan larangan penggunaan elpiji 3 kg itu, maka surat larangan tak akan pernah berjalan efektif.
“Sanksi itu penting untuk menegakkan aturan dan mendorong kepatuhan. Sanksi bertujuan untuk memperbaiki pelanggaran, memberikan pelajaran kepada pelanggar,” ucap Rasid.
Alumni Universitas Airlangga itu menjelaskan, bahwa aturan atau larangan tidak akan berhasil dan tidak akan dipatuhi jika tidak ada sanksi atau konsekuensi bagi mereka yang melanggarnya.
“Apa sanksinya jika ada ASN atau pelaku usaha yang disebut dalam surat larangan itu, melanggar?. Kalau tidak diberikan sanksi, ya percuma lah,” ketusnya.
Penulis : Abdus Salam
Editor : Putri