SAMPANG, SUARABANGSA.co.id — Membajak sawah menggunakan cara tradisional dengan tenaga sapi menjadi kegiatan yang langka saat ini. Namun, menggunakan tenaga hewan ternak untuk bercocok tanam itu bukan berarti hilang, sebab beberapa petani di Kabupaten Sampang ternyata masih bertahan dengan bajak tradisional tersebut.
Seperti yang dijumpai di Desa Apaan, Kecamatan Pangarengan ini masih ada petani yang membajak sawah dengan menggunakan sapi. Dia adalah Abdul Kadir (39), warga Dusun Bringin itu hingga saat ini masih menggunakan sapi dan bajak tradisional dalam mengolah sawahnya.
“Sudah banyak yang menggunakan mesin traktor, tapi membajak sawah dengan menggunakan sapi, lingkungan akan tetap lestari, disisi lain juga untuk melestarikan budaya,” kata Kadir disela-sela kesibukannya bajak sawah, Selasa (10/11/2020).
Ia berpendapat bahwa tidak menutup kemungkinan dikemudian hari sudah tidak ada lagi yang membajak sawah dengan sapi. Tetapi ia juga meyakini, membajak sawah dengan cara tradisional memiliki kelebihan tersendiri.
“Karena dengan membajak sawah menggunakan sapi atau bajak tradisional ini diyakini akan mampu mempertahankan humus tanah dan menjaga kwalitas dari padi yang dihasilkan, tekstur lumpur pun lebih halus dan tidak tercemari oleh limpahan bahan bakar dan oli,” jelas Kadir.
Dia juga menyatakan tidak tertarik mengganti sapi dengan traktor untuk membajak sawah. Salah satunya karena kecintaannya memelihara ternak, selain itu perawatannya lebih mudah. Berbeda dengan traktor yang membutuhkan perawatan lebih rumit.
“Merawat sapi relatif lebih mudah, yang penting tekun. Saya juga merasa mendapat timbal baliknya juga, sapi mudah dikendalikan dan tahu apa yang diperintah. Saya akan tetap memelihara sapi,” kata Kadir.
Terkait kegiatannya dimasa saat ini yang mulai langka, membajak sawah secara tradisional ini memiliki nilai seni dan menjadi atraksi wisata.
“Biarlah anak dan cucu saya tahu, bahwa mulai jaman dahulu nenek moyang mereka membajak dengan menggunakan sapi,” pungkasnya.