BOJONEGORO, SUARABANGSA.co.id – Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa melontarkan pernyataan kontroversial mengenai tarif cukai rokok rata-rata 57%, yang memicu perdebatan publik dan kekhawatiran akan dampaknya industri rokok, bila angka cukai di 57 persen tersebut.
Wacana Kenaikan cukai tahun ini yang rencananya akan naik lagi, dikhawatirkan berdampak negatif pada industri rokok, pekerja pabrik, petani tembakau, serta berpotensi meningkatkan peredaran rokok ilegal.
Lelaki yang akrab dipanggil Purbaya tersebut, berencana meninjau langsung kondisi industri di lapangan, terutama di Jawa Timur, untuk mengevaluasi dampak kebijakan dan memutuskan apakah akan merevisi cukai tersebut. Hari Sabtu (20/9/2025).
Hal tersebut disambut oleh beberapa pengusaha dibidang Produksi rokok Sigeret Kretek Tangan (SKT), Wacana kebijakan terkait akan dievaluasi Cukai oleh kementerian keuangan bagai angin segar.
Ketua Paguyuban Mitra Produksi Sigaret Seluruh Indonesia (MPSI), Dr. H. Sriyadi Purnomo SE., MM yang tak lain Direktur PT Kareb Alam Sejahtera (KAS).
Mengapresiasi dan berharap Menteri keuangan bisa terjun langsung kebawah. Dan mengevaluasi kebijakan yang selama ini merugikan semua sendi perekonomian dibidang Sigeret Kretek Tangan (SKT).
Lelaki yang akrab dipangil pak Yadi tersebut, berharap dan meminta kepada pemerintah untuk mempertimbangkan kebijakan yang berdampak pada industri rokok, khususnya rokok kecil dan tradisional (SKT) yang padat karya.
Imbuhnya, pemerintah dapat membuat keputusan yang bijak dan mempertimbangkan kepentingan industri dan masyarakat.
“Kita masih menunggu kepastian kebijakan tersebut namun saya juga meminta kepada pemerintah,” terangnya.
Lanjutnya, kenaikan cukai rokok memang berpotensi meningkatkan harga rokok, sehingga masyarakat mungkin akan beralih ke rokok ilegal yang lebih murah.
“Ini bisa berdampak negatif pada pendapatan negara dan Ekonomi masyarakat, dibidang tembakau dan produksi rokok,” jelasnya.
Dampak dari Cukai yang tinggi meningkat nya rokok ilegal dan penurunan pendapatan Negara.
Menyebabkan Meningkatnya konsumsi rokok ilegal, serta Penurunan pendapatan negara dari cukai rokok.
Yadi, juga menegaskan Pemerintah perlu mempertimbangkan dampak ini, dan mencari solusi yang efektif untuk mengontrol konsumsi rokok dan meningkatkan pendapatan negara.
Pemerintah perlu mempertimbangkan dampak kenaikan cukai rokok, terhadap industri rokok kecil dan tradisional (SKT) yang padat karya.
Menurutnya, Solusinya adalah pemerintah segera Moratorium kenaikan cukai rokok selama beberapa tahun, untuk memberikan kesempatan industri SKT untuk bertahan.
Penurunan cukai rokok untuk SKT padat karya, untuk membantu industri ini tetap kompetitif. Penegakan hukum yang lebih ketat terhadap rokok ilegal untuk melindungi industri legal dan meningkatkan pendapatan negara.
“Permintaan kami berantas rokok ilegal jangan setengah setengah, Karena merugikan negara dan merugikan yang legal,dan kita minta jangan ada kenaikan cukai dan HJE selama 3 tahun 2026 – 2028 agar rokok SKT padat karya ini bisa bertahan, kalau perlu dievaluasi diturunkan cukainya, mengingat SKT adalah sektor padat karya yang nyata,” terangnya
Sriyadi juga berharap dan meminta kepada pemerintah untuk mempertimbangkan kebijakan yang berdampak pada industri rokok, khususnya rokok kecil dan tradisional (SKT) yang padat karya. Pemerintah dapat membuat keputusan yang bijak dan mempertimbangkan kepentingan industri dan masyarakat.
“Daya beli masyarakat saat ini sedang menurun, Masyarakat tidak mampu membeli rokok mahal,Kwatirnya dengan adanya kenaikan cukai tidak akan menambah pendapatan negara, malah memperbanyak rokok ilegalnya karena harganya lebih murah di banding rokok legal,” pungkasnya.
Penulis : Takim
Editor : Putri