BOJONEGORO, SUARABANGSA.co.id – Gema Pemerintah Kabupaten Bojonegoro akan menggelar acara Hiburan Rakyat dalam rangka memperingati Hari Jadi Bojonegoro ke-348 pada 23 Oktober 2025.
Acara besar yang menghadirkan penyanyi populer Denny Caknan ini rencananya dilaksanakan di lapangan parkir GOFun, kawasan wisata milik pihak swasta. Jumat (17/10/2025).
Beberapa Warga Bojonegoro Menyayangkan Gelaran yang mestinya menghidupkan UMKM dan Ekonomi Kerakyatan tersebut harus di nikmati oleh pihak Swasta (Red: Pengusaha).
Sekilas, lokasi tersebut memang luas dan strategis, serta dianggap memadai untuk menampung ribuan penonton.
Namun, pilihan ini memunculkan tanda tanya besar, mengapa acara sebesar itu, tidak digelar di ruang publik milik pemerintah sendiri, seperti Alun-Alun Bojonegoro atau Stadion Letjen H. Sudirman, atau di lapangan Desa yang luas dan representatif.
“Mestinya digelar di lapangan terbuka bukan milik individu agar Warga bisa hidup, dari tukang parkir, pedagang lapak kaki lima juga bisa menikmati” ungkap Sunoto sang pedagang kaki lima.
Imbuhnya, Hari Jadi semestinya menjadi momentum bagi pemerintah untuk menegaskan makna “kebersamaan dan kepemilikan bersama”.
Menggelar kegiatan di alun-alun atau stadion bukan sekadar soal tempat, melainkan soal memanfaatkan ruang publik rakyat, tempat seluruh warga tanpa kecuali bisa berkumpul tanpa sekat ekonomi maupun batas privat,
Yang di bangun dari pajak rakyat.
“Go fun parkir secara elektronik, Ada mall nya, tapi lagi lagi rakyat tetap membayar karcis parkir tersebut, UMKM mungkin bayar bila ikut jualan di dalam, mungkin loh, tapi kalau di gelar di publik, masyarakat semua menikmati” ungkapnya.
Hal yang sama juga di sampaikan oleh ketua DPC Projo Bojonegoro, Pemilihan lahan parkir GO Fun yang jelas merupakan aset swasta menimbulkan kesan bahwa perayaan publik justru digeser ke ranah privat.
Padahal, GOFun bukanlah ruang publik yang dikelola Pemkab, melainkan area komersial yang pengelolaannya tunduk pada kepentingan bisnis.
Meskipun kegiatan ini diklaim gratis dan terbuka, hak kontrol sepenuhnya tetap berada di tangan pengelola tempat, bukan di tangan rakyat Bojonegoro.
Lebih jauh, publik berhak mengetahui, apakah Pemkab membayar biaya sewa untuk penggunaan lahan tersebut?
Jika iya, dari pos anggaran mana dana itu diambil?
Dan jika tidak ada biaya sewa, apakah ada kerja sama promosi atau bentuk kompensasi lain kepada pihak pengelola?
“Pertanyaan-pertanyaan ini penting, sebab transparansi adalah fondasi kepercayaan publik. Tanpa penjelasan terbuka, wajar jika masyarakat menduga ada kepentingan tertentu di balik pemilihan lokasi.”jelas Mustakim sang ketua DPC Projo Bojonegoro.
Tambahnya, Pemerintah Daerah (Pemda) mestinya lebih peka. Bojonegoro memiliki banyak ruang publik representatif seperti alun-alun, stadion, lapangan milik pemerintah, bahkan taman kota yang dibangun dari dana APBD.
Lantas mengapa justru perayaan terbesar dalam kalender daerah ditempatkan di area milik swasta.
Sebagai agenda yang mengatasnamakan rakyat,
seharusnya pemerintah memberi contoh bagaimana ruang publik dimanfaatkan untuk rakyat, bukan malah mengandalkan ruang milik pihak swasta dan menguntungkan pribadi.
Apalagi, di tengah isu transparansi Anggaran hiburan dan event seremonial yang kerap disorot, keputusan ini makin layak dipertanyakan.
“Karena Hari Jadi Bojonegoro bukan sekadar pesta musik atau keramaian, melainkan refleksi tentang siapa kita sebagai warga, dan sejauh mana ruang publik benar-benar dimiliki oleh rakyat, bukan oleh segelintir pihak,” pungkasnya.
Penulis : Takim
Editor : Putri