BOJONEGORO, SUARABANGSA.co.id – Polemik Wisuda Taman kanak kanak yang masuk ke jenjang Sekolah dasar, Sekolah dasar (SD)ke jenjang Sekolah menengah pertama (SMP), Dari SMP ke jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA) menjadi beban wali murid yang ber ekonomi lemah.
Dan kegiatan tersebut menguntungkan Tukang rias (salon) sewa gedung, katering, mau pun fotografer. Namun anggaran anggaran sekolah tersebut sangat meresahkan wali murid yang harus banting tulang untuk anaknya yang mempersiapkan jenjang selanjutnya.
Iuran wali murid dari 200 ribu sampai 300 ribu per anak untuk acara Wisuda pengambilan ijasah akhir. Belum lagi biaya rias wajah dan sewa toga sampai iuran untuk fotografer.
Indra warga Bojonegoro kota Minggu ini harus mendapatkan kurang lebih dua juta untuk anaknya yang satu lulus SD naik ke SMP, yang satu lulus SMP menuju SMA.
Dan yang lebih mengenaskan sebentar lagi ada iuran untuk agustusan untuk acara karnaval dan iuran study tour, hal tersebut harus diusahakan nya.
“Wisuda itu pengertian saya untuk mahasiswa yang susah payah dengan skripsinya dan prosesnya di kampus, ini masih di SD sedikit sedikit membayar, wisuda bayar, studi tour juga harus bayar ikut tidak ikut juga harus bayar,” ungkapnya.
Dan fenomena wisuda tidak hanya SD, di jenjang taman kanak kanak pun juga sudah melaksanakan wisuda, dari sewa rias,hadiah buat guru,katering, yang semuanya dibebankan ke orang tua (wali murid).
Hal tersebut di tanggapi oleh Wakil ketua DPRD Bojonegoro Sukur Priyanto, sepanjang tidak memberat kan untuk wali murid menurut sukur tidak masalah.
Kalau sudah ada unsur bisnis maka mestinya dinas pendidikan yang terkait segera mengkaji ulang, memang hal tersebut tidak diatur di undang undang (Perda) namun sangat kasian buat warga miskin yang harus dibebani untuk pembayaran tersebut.
Misalkan hal tersebut dilakukan tidak ada masalah bagi wali murid yang kaya, tapi guru juga harus bisa mencarikan solusi bagi mereka yang miskin.
“Misalnya yang kaya membayari yang miskin kan tidak masalah, kalau yang kaya membayar 300 ribu tidak masalah, tapi yang miskin misal nya anaknya tiga dan semua lulus apa hal tidak berat, ya sangat memberatkan mereka,” ungkapnya.
Lanjutnya, Dengan keresahan warga Bojonegoro dengan biaya biaya tersebut mestinya dinas terkait atau Pemimpin Daerah dari tingkat Gubernur atau Bupati bisa membuat instruksi ke SKPD agar meniadakan wisuda wisuda yang tujuan nya untuk bisnis sekolahan semata.
Tambahnya,Sepanjang itu tidak memberatkan sebenarnya itu tidak ada masalah,dan Dinas pendidikan mestinya segera menyamakan persepsi dan membuat surat edaran kepada sekolah sekolahan untuk tidak membuat wisuda, kalau memang membuat ya dengan biaya sekolah sendiri tapi tidak memberatkan wali murid.
“Tidak perlu lah perda, saran saya untuk SKPD atau pemimpin daerah segera mengeluarkan surat edaran mengkaji kegiatan kelulusan itu jangan lah sampai memberatkan warga, dan kegiatan tersebut jangan sampai jadi ajang bisnis guru,sekolahan, dan untuk warga miskin tidak bisa bayar bisa diselesaikan ditingkat komite,” pungkasnya.