BONDOWOSO, SUARABANGSA.co.id – Pendidikan dan pelatihan (Diklat) kompetensi guru menjadi Kepala Sekolah (Kasek) di Kabupaten Bondowoso disoal oleh peserta yang enggan disebutkan namanya.
Peserta tersebut protes sebab harus membayar Rp 2.750.000 sebagai biaya diklat.
Penyebabnya, diklat tersebut tidak dianggarkan oleh APBD Bondowoso tahun 2022.
Di sisi lain, dari data yang dihimpun, puluhan lembaga pendidikan di Kabupaten Bondowoso tidak memiliki kepala sekolah definitif, dan hanya dijabat oleh Plt.
Kondisi makin mengenaskan sebab pada tahun 2023 mendatang, ada sekitar 150 kepala sekolah definitif yang bakal pensiun.
Sebab tidak dianggarkan di APBD, Dinas Pendidikan Kabupaten Bondowoso membuat terobosan dengan menggandeng Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) Jawa Timur untuk pelaksanaan Diklat tersebut sejak pertengahan April 2022 lalu.
Ratusan peserta calon kasek itu setuju untuk membayar biaya tersebut dengan menandatangani surat pernyataan bermaterai.
Dalam proses diklat, ada yang gugur karena tidak lolos seleksi administrasi dan seleksi lainnya.
Kemudian, saat proses diklat sudah berjalan, ada seorang peserta yang protes.
“Saya harus bayar Rp 2.750.000,” keluhnya.
Belum diketahui apakah pihak yang protes itu peserta yang gugur atau yang lolos.
Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Bondowoso Sugiono Eksantoso menyebut, terobosan itu dilakukan karena mempertimbangkan dua hal.
Pertama, kondisi kekosongan kepala sekolah di Bondowoso.
“Sementara yang kedua, diklat peningkatan kompetensi guru menjadi kepala sekolah ini tidak dianggarkan di APBD,” tuturnya.
Ketua Komisi IV DPRD Kabupaten Bondowoso Kukuh Rahardjo mendukung adanya diklat pembinaan kompetensi guru untuk menjadi kepala sekolah.
“Kita akan diskusi dengan diknas, kenapa sampai anggaran yang seharusnya dianggarkan untuk Diklat pembinaan kepala sekolah, tapi tidak dianggarkan. Kalau diklatnya saya mendukung,” tegas legislator Partai Golkar ini.
Hal ini diungkapkan Kukuh usai menghadiri acara Disdik Award di Hotel Ijen View, Jumat (21/5/2022).
Menurutnya, memang perlu adanya peningkatan kapasitas dari guru menjadi kepala sekolah.
“Tapi yang kita sayangkan kok tidak dianggarkan di APBD. Kalaupun tidak dianggarkan, kita akan mencari solusi untuk membiayai itu,” tuturnya.
Pihaknya belum bisa menyimpulkan apakah terobosan Dinas Pendidikan Kabupaten Bondowoso melanggar aturan atau memiliki landasan kuat.
“Saya belum bisa menyimpulkan itu karena baru satu minggu (menjabat sebagai Ketua Komisi IV),” terangnya.
Terkait adanya surat pernyataan persetujuan peserta Diklat untuk membayar biaya, Kukuh mengakui belum melakukan penelusuran.
“Kita belum menelusuri sampai sejauh itu, tapi diklatnya sepenuhnya kita mendukung. Cuma tidak adanya anggaran APBD, itu yang kita sayangkan,” bebernya.
Ia menambahkan, peningkatan kompetensi dari guru ke kepala sekolah ini, bukan urusan person to person, melainkan berkaitan tentang terjaminnya mutu pendidikan secara keseluruhan.
“Ini bukan persoalan orang per orang, yaitu seorang guru mau naik jabatan jadi kepala sekolah. Tetapi kita lihat dari skup yang lebih luas,” ucapnya.
“Kita punya tugas untuk mendidik anak-anak kita, adik-adik kita di sekolah. Dimana di sekolah itu butuh guru, butuh kepala sekolah. Kebutuhan kepala sekolah ini, kebutuhan masyarakat Bondowoso. Yang harus dianggarkan di APBD,” sambungnya.
Sementara itu, Bupati Bondowoso KH Salwa Arifin yang juga hadir dalam acara tersebut enggan memberikan komentar.
“(Soal diklat) ini ke kepala dinas. Ke kadis saja,” jawab Bupati singkat dalam wawancara cegat. (awi)