JOMBANG, SUARABANGSA.co.id – Perkara alih nama sertifikat milik Moch Muhtar Mu’thi untuk keenam kalinya kembali digelar di Pengadilan Negeri Jombang, pada Kamis (24/6/2021).
Dalam sidang kali ini, telah memasuki putusan sela berdasarkan surat Pengadilan Negeri Jombang Nomor 7/Pdt.G/2021/PNJbg.
Menurut Poerwanto, pengacara penggugat, pada prinsipnya tanggal 14 Juni 2021 lalu, sudah diputuskan oleh Pengadilan Negeri setempat meski hanya bersifat putusan sela. Karena menyangkut sertifikat tanah atau lahan, maka domain kewenangan ada pada PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara, red).
Adapun esensi gugatan sudah menyebutkan dengan jelas bahwa hal ini tidak menyangkut tentang pembatalan surat sertifikat, surat keputusan BPN (Badan Pertanahan Nasional, red), juga tidak menyangkut tentang surat hibah.
“Namun, yang kita ajukan adalah perbuatan melawan hukum,” kata Poerwanto, kepada sejumlah awak media usai sidang, Kamis (24/6/2021).
Poerwanto menambahkan, dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan tergugat satu yakni Lu’lu’il Azaliyah yang merupakan anak dari mursyid dari Pondok pesantren Shiddiqiyyah. Ia melakukan pengalihan atau balik nama sertifikat milik Ponpes Shiddiqiyyah tanpa sepengetahuan dan sepersetujuan dari penggugat (Moch Muchtar Mu’thi).
“Untuk sementara yang bisa kita sebutkan adalah 44 sertifikat atas nama Lu’lu’il Azaliyah, Qoim Liddinillah, Muntashir Billaah, dan ibu Endang Yuniati. Dan itu yang akan kita ajukan gugatan, dan tidak ada hanya di Desa Losari, Kecamatan Ploso tapi juga di Desa Purisemanding, Kecamatan Plandaan Jombang,” jelas pengacara asal Surabaya ini.
Dalam sidang yang sudah berjalan keenam kalinya ini, Poerwanto sangat menyayangkan atas ketidakhadiran tergugat satu dan penasehat hukumnya Edy Hariyanto. Padahal, dalam agenda sidang yang digelar kali ini adalah dengan materi pembuktian.
“Sangat disayangkan, mereka berdua tidak hadir dalam persidangan.Tentu saja hal ini menghambat jalannya persidangan. Padahal saya berharap persidangan ini bisa berjalan lancar dan segera tuntas, agar ada kepastian hukumnya. Selain itu, Majelis Hakim juga menyayangkan atas ketidakhadiran mereka,” ujar Armen Dedi, rekan satu firma hukum yang ikut mendampingi Poerwanto.
Dalam pantauan sidang putusan sela ini, eksepsi atau keberatan yang dilakukan oleh para tergugat, semuanya ditolak Majelis Hakim PN Jombang. Sehingga, para penggugat ke tahap berikutnya adalah melakukan pembuktian.
“Sudah ada 33 alat bukti yang sudah kami sampaikan kepada majelis hakim.Terkait dengan perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh para tergugat. Dan dalam putusan sidang sela tersebut, yakni menolak eksepsi tergugat satu, serta memerintahkan para pihak untuk melanjutkan persidangan, dan menangguhkan biaya perkara hingga putusan akhir,” imbuh Armen Dedi.
Perlu diketahui, kronologi singkat terjadinya gugatan yang dilakukan oleh Mursyid Ponpes Shiddiqiyyah Kiai Tar, karena pada waktu pihak Ponpes Shiddiqiyyah hendak menghibahkan asset tanah yang berjumlah 44 sertifikat ke pihak Yayasan Pendidikan Shiddiqiyyah, namun sudah berganti nama ke pihak para tergugat.
Sementara itu, dikonfirmasi melalui saluran telepon, pengacara pihak tergugat, Edi Hariyanto mengakui sengaja tidak menghadiri persidangan karena pihak tergugat tidak ada yang datang ke kantor firma hukumnya, Rahmatan Lil Alamin Jombang.
“Ya karena beliau-beliau, klien saya, tidak ada yang datang ke kantor saya untuk menghadiri persidangan, praktis saya juga tidak hadir dong. Selain itu tidak ada perintah apapun, jadi secara etika saya juga tidak ada kewajiban menghadiri sidang tanpa ada perintah dari klien. Namun untuk persidangan berikutnya kami usahakan hadir,” terang Edi Hariyanto.